BUDAK INSTAGRAM



Tadinya, kisahku dengan instagram ibarat kisah cinta yang enggan berakhir meski hanya begitu - begitu saja. Lalu pada suatu ketika aku sedang asyik nongkrong di sebuah kafe yang "instagramable" dengan seorang teman. Setelah memesan beberapa menu aku menyiapkan peralatan perang seperti kamera, handphone, beberapa additional property, lalu merapikan meja sesuai keinginanku difoto.

Setelah makanan atau minuman yang kupesan datang, aku meletakkan di posisi yang sudah ku persiapkan lalu mulai mengarahkan kamera ke objek dan mulai memencet shutter beberapa kali sampai bosan, baru mempersilahkan untuk makan. Setelah selesai menyantap makanan di meja, giliran manusianya yang di jepret sana sini dengan background beberapa spot "lucu" di kafe tersebut. Setelah dirasa cukup, kita mulai beres - beres dan pulang.

Di Jalan pulang biasanya kita sambil ngobrol banyak hal. Dari mulai obrolan receh hingga kadang berita politik yang sedang panas. Kebetulan hari itu, diatas motor temanku bertanya
"Capek nggak sih pura - pura 'hidup' di instagram ?"
Pertanyaan itu seperti bom nuklir yang diledakkan tepat di ulu hatiku. Siapa juga yang pura - pura ? Tapi aku menjawabnya dengan sok tenang
"Kita kan menampilkan apa adanya. seperti hari ini, foto yang kita unggah adalah hasil foto dari kita benar - benar mengunjungi tempat tadi." Jawabku.
Argumenku tidak didebat terlalu panjang olehnya, kita berpisah dengan baik - baik saja. Obrolan tadi hanya seperti angin lalu baginya. Tapi menyebalkannya, aku terus - terusan kepikiran, bahkan sampai hari ini.

Sebetulnya kalau dipikir - pikir lagi memang banyak sekali pertanyaan serupa sebelum itu yang sering dilontarkan kepadaku, hanya saja yang lain berlalu seiring berjalannya waktu. entah bagaimana dan kenapa yang satu ini sangat mengusik. Hatiku mulai berubah, aku goyah.
Ku ingat - ingat lagi saat pertama kali menggunakan aplikasi Instagram, apa yang membuatku bahagia ? Jawabannya adalah karena aku bisa sharing foto sesuka hati. anggap saja seperti album foto yang diperlihatkan ke seorang teman. Selanjutnya, apa yang membuat bosan ? Karena ketulusannya sudah hilang. Aku yang tadinya mengunggah foto karena suka dan membuat diri sendiri bahagia tanpa terasa menjadi seolah dibudakkan oleh diri sendiri.

Dalam penggunaan instagram, dengan atau tanpa disadari kita mengamalkan teori tindakan sosial seperti yang disebutkan Max Weber. Ada 4 kategori tindakan sosial, salah satunya kategori tindakan rasionalitas instrumen. Dalam kategori itu menyebutkan bahwa segala tindakan seseorang didasari pertimbangan untuk mencapai tujuan. Apa tujuan kebanyakan orang sepertiku menggunakan instagram ? apalagi selain membuat aku yang bukan siapa - siapa menjadi pusat perhatian didunia maya. Sebetulnya bukan hanya instagram, tapi kebetulan yang kugunakan sampai berlebihan saat itu adalah instagram. Padahal sebetulnya tidak semua orang memiliki pesona untuk menjadi pusat perhatian. Seperti aku sendiri misalnya. Aku ini siapa ? artis bukan, tokoh juga bukan. Ujung - ujungnya kebanyakan pengguna hanya mengikuti formulasi yang sudah berjuta - juta kali dilakukan. Gimana nggak bosan coba ?

Mulai dari fitur postnya. Dulu awal suka dengan instagram karena tampilan visualnya menarik, rapi, berbeda dengan facebook yang waktu itu ku tinggalkan. Ada beberapa efek foto yang bisa digunakan tanpa aplikasi editing tambahan. namun seiring bertambahnya waktu, para pengguna mulai berimprovisasi dan instagram notice sehingga instagram sendiri juga berimprovisasi untuk memenuhi kebutuhan dan memfasilitasi keinginan penggunanya.
Pelan - pelan instagram menjadi ajang pamer kemewahan. bagi pengguna yang kelewat kecanduan tapi tidak ada hal mewah yang bisa dipamerkan, mereka membuat istilah sendiri 'instagramable'. setelah itulah aku merasa instagram mulai membosankan. Semua orang berlomba - lomba mengikuti tren. saat tren foto dihutan pinus, semua orang berbondong - bondong ke hutan pinus agar terlihat seperti pecinta alam. Saat tren foto di gunung, tiba - tiba muncul banyak sekali pendaki dadakan yang naik gunung demi mengambil foto dengan membawa secarik kertas bertuliskan "hey kamu, kapan kesini ? -nama gunung, ketinggian mdpl". saat tren pameran maka berfotolah mereka disana tanpa memikirkan jerih payah senimannya. bahkan urusan traveling pun harus dibumbui kriteria instagramable.
Ini mau liburan atau budak feed instagram sih ?

Pada akhirnya aku capek sendiri dan memutuskan untuk berhenti. Aplikasi di uninstall dan mulai berteman secara nyata. Kebetulan saat itu aku sedang merencanakan tugas akhir. karena masalah perasaan pribadi itu aku memutuskan untuk membahas keresahanku tentang instagram . Untungnya dosen menyetujui. -yang ini nggak perlu dibahas.

Sejak melepaskan diri dari jeratan budak instagram, aku mulai memberanikan diri untuk mulai berteman dengan manusia yang sesungguhnya didunia nyata. Pertama kali memulai berkenalan betul - betul bagai katak dalam tempurung. Selama ini ternyata aku terlalu 'hidup' di dunia maya dan 'mati' di dunia nyata.  saat itu temanku didunia maya ada 12.000 pengguna, sedangkan teman di dunia nyata hanya ada 12 orang. Jomplang.

Awal tahun 2018, seperti manusia pada umumnya aku membuat resolusi, salah satunya adalah "bertemu  1 teman baru setiap hari". karena keterbatasan kerja dan lain - lain, aku total saja menjadi satu tahun ada 365 hari, jadi tahun ini minimal bertemu dengan 365 teman baru. Pertama kali kenalan dan berjabat tangan pasti grogi, takut, dan bingung apa yang mau dibicarakan. sampai akhirnya perlahan mulai berani dan teman didunia nyata mulai bertambah sedikit demi sedikit.  Akan tetapi karena jarak tempat tinggal dengan teman - teman baru cukup jauh, mau tidak mau kita gunakan media sosial (lagi) untuk berkomunikasi.

Dari situlah perasaan cintaku pada instagram mulai kembali. Setelah dulu sempat menjadi 'budak' instagram sekarang mulai merajut kembali perasaan bahagia berselancar di instagram. Instagram saat ini bagiku bukan lagi sebagai ajang pamer dan rejeki tambahan. Aku pun mulai melakukan sedikit detoksifikasi dengan cara unfollow orang - orang yang tidak ku kenal secara langsung, yang dulu asal follow demi terlihat banyak teman, termasuk akun - akun yang kurasa tidak sesuai dengan kriteriaku. Memangnya bagaimana kriteriaku ? sederhana saja, yang unggahannya membuatku bahagia saat melihatnya. Selain itu juga membersihkan followers buzzer dan yang menurutku 'sampah'.
dengan begini, perlahan lahan aku sudah mulai hidup kembali baik di dunia maya maupun dunia nyata. Tentu dengan porsi yang jauh lebih imbang daripada sebelumnya.

Nah, itu tadi ceritaku tentang instagram yang isinya semacam podcast tapi tertulis karena mau ngomong langsung suaraku cempreng. Terimakasih sudah meluangkan waktu membaca tulisan ini, semoga teman - teman mencintai instagram dan media sosial lain dengan tulus, jangan berlebihan sampai menjadi 'budak' sepertikku.

Komentar

Postingan Populer